Lapo Boru Allagan Lampung Berawal dari Shio

Lapo Boru Allagan Lampung Berawal dari Shio
Istri J Nainggolan, H boru Siallagan, saat melayani para pelanggan Lapo Boru Allagan di Jalan By Pass Soekarno-Hatta, Way Halim, Kota Bandar Lampung, Minggu (2/10). Foto: Josua Napitupulu

WartaNiaga – Tidak banyak masyarakat yang tahu kalau kesuksesan rumah makan khas Batak milik J Nainggolan, Lapo Boru Allagan Lampung berawal dari Shio.

Baca Juga : Restoran Sambal Seruit Buk Lin Canangkan Hari Nyeruit Nasional

Rumah makan khas Batak ini beralamat di Jalan By Pass Soekarno-Hatta Nomor 27, Perumnas Way Halim, Kecamatan Way Halim, Kota Bandar Lampung, Lampung.

“Kita buka rumah makan sejak tahun 2010. Dulu di Kota Sepang. Pindah kemari tahun 2015,” kata J Nainggolan saat ditemui di lapo miliknya, Way Halim, pada Minggu, 2 Oktober 2022.

Lapo atau rumah makan khas Batak ini selalu ramai dikunjungi pelanggan, terlebih pada akhir pekan, Sabtu dan Minggu.

Setiap hari buka dari pukul 09.00-20.00 Wib, namun di hari Minggu tutup hingga pukul 21.00 Wib.

Nainggolan menuturkan awal mula berdirinya usaha restoran Batak yang dirintis bersama istrinya H boru Siallagan.

Pria paruh baya asal Dolok Sanggul, Sumatera Utara, ini merantau ke Lampung di tahun 1985, usai menamatkan pendidikan SMA.

“Waktu itu saya bekerja di Sucofindo cabang Lampung,” kata dia.

Sepuluh tahun kemudian, lanjut dia, tepatnya tahun 1995, dia menikah dengan H boru Siallagan.

Wanita asal Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, yang sempat mengenyam pendidikan di salah satu SMA di daerah Natar, Lampung Selatan, yang berbatasan dengan Kota Bandar Lampung.

Pernikahan mereka dikaruniai tiga orang anak.

“Namun di tahun 2002, saya di-PHK, pensiun dini dari Sucofindo,” ujar Nainggolan.

Saat itu, perusahaan tempatnya bekerja selama lebih dari 17 tahun memberikan pesangon sebesar Rp200 juta.

“Uang itu saya jadikan modal. Dari usaha angkot, usaha pasar, sampai usaha kayu. Gagal. Uang pensiun Rp200 juta habis entah kemana,” kata dia.

Untuk menghidupi keluarga, lanjut dia, sang istri H boru Siallagan membuka katering kecil-kecilan untuk pesanan arisan. Sementara Nainggolan membuka Lapo Tuak.

Dan kisah Lapo Boru Allagan ini dimulai tahun 2010, bersamaan dengan Nainggolan membuka usaha Lapo Tuak.

“Gak ada yang menandingi tuak kita, se-Lampung ini! Karena saya menyadap sendiri. Dijamin asli sejuta persen!” Kata dia bersemangat.

J Nainggolan menuturkan dirinya maragat (menyadap) tuak dari pohon bagot (sejenis pohon aren atau enau), kala itu, banyak tumbuh di daerah Gunung Camang, Tanjung Gading, Kota Bandar Lampung.

“Bukan dari kebun sendiri, tapi perumahan orang Cina yang banyak saya kenal. Di sepanjang perumahan mereka banyak pohon aren. Saya panjat,” ujar dia.

Pertemanan dengan WNI keturunan Tionghoa ini, kata dia, sudah terjalin saat dirinya bekerja di Sucofindo Lampung.

Pada hari Nainggolan menyadap tuak, dia berbincang-bincang dengan teman Tionghoanya.

“Saya sharing dengan dia. ‘Saya sudah buka usaha begini kok gagal ya,” tutur dia.

Kawan Tionghoanya menjawab Nainggolan,“Memang gak cocok.”

“Jadi cocoknya apa?” Balas Nainggolan lagi.

“Lu mataharinya dari rumah,” ujar sahabatnya.

Singkat cerita, kata Nainggolan, dia memberitahukan hasil obrolan dengan temannya itu kepada istrinya, H boru Siallagan.

“Saya sampaikanlah kepada orang rumah (baca istri). Saya ingat bintangnya, Shio Api. Nah, itulah awalnya kita buka warung ini. Dan mereknya, merek dia (istri), bukan (marga) saya, Lapo Boru Allagan,” jelas Nainggolan.

Ucapan sobat lamanya terbukti saat kali pertama membuka rumah makan di kontrakan daerah Kota Sepang.

“Awalnya kan kita ngontrak di Kota Sepang. Setelah sebulan, dua bulan, tiga bulan, mulai kelihatan (hasilnya). Setahun, dua tahun, tiga tahun, tambah nyata. Jadi bisa makan dari usaha ini lah,” tutur dia.

“Jadi, tuak ini maju, kita buka rumah makan. Puji Tuhan!” Lanjut dia.

Memasuki tahun keempat, kata Nainggolan, usaha rumah makannya terpaksa pindah ke alamat yang sekarang.

“Jalan dari tiga tahun mau ke empat tahun, kontrakan di Kota Sepang habis. Pindahlah ke sini tahun 2015,” ujar dia.

Lapo Boru Allagan Lampung Berawal dari Shio
Berbagai menu makanan khas Batak yang ditawarkan oleh Lapo Boru Allagan di Jalan By Pass Soekarno-Hatta, Way Halim, Kota Bandar Lampung, Minggu (2/10). Foto: Josua Napitupulu

Rumah makan Lapo Boru Allagan Lampung berawal dari shio ini menawarkan berbagai macam menu makanan khas Batak yang diolah dari daging B2 (babi), B1 (anjing), dekke (ikan mas).

Ada Panggang B2; Sangsang B1&B2; Tanggo-Tanggo B2, Dekke Arsik; Dekke Tombur; Kecap B2; Naniura; dan Ayam Pinadar.

Nainggolan menyampaikan kebutuhan daging setiap harinya mencapai 30-45 Kg, ikan mas 5 Kg, dan ayam tiga ekor.

Baca Juga : Eva Dwiana Juara Tiga Lomba Memasak di Rakernas Apeksi Padang

Namun, tuak hasil sadapannya yang sudah dikenal banyak orang dengan terpaksa dihentikannya pada tahun 2017.

“Tuak saya sudah kemana-mana, tapi sejak tahun 2017, saya stroke, makanya berhenti menyadap. Fokuslah di Lapo Boru Allagan ini,” pungkas J Nainggolan.