Hafidz Alattas Tuturkan Kisah Mbah Jum Penduduk Bumi yang Bikin Iri Bidadari

Hafidz Alattas Tuturkan Kisah Mbah Jum Penduduk Bumi yang Bikin Iri Bidadari
Sekjen Majelis Hikmah Alawiyah (MAHYA), Hafidz Alattas. Foto: Twitter @HafidzAlattas

WartaNiaga – Sekjen Majelis Hikmah Alawiyah (MAHYA), Hafidz Alattas tuturkan kisah Mbah Jum Penduduk Bumi yang Bikin Iri Bidadari lewat akun Twitternya @HafidzAlattas pada Senin, 1 Agustus 2022.

Baca Juga : Eva Dwiana Merayakan Ulang Tahun Bersama Penyapu Jalan

Kisah seorang pedagang tempe yang diperolehnya lewat percakapan grup WhatsApp tersebut kemudian dijadikan sebuah utas dan mendapatkan respon yang cukup luar biasa dari warganet; 1.228 Suka, 415 Retweet, 34 Tweet Kutipan.

Dikisahkan, Mbah Jum yang tunanetra sejak lahir berprofesi sebagai pedagang tempe. Setiap pagi, beliau dibonceng cucunya yang paling tua ke pasar untuk berjualan.

“Biasanya, setelah menggelar dagangan, cucunya akan meninggalkan si mbah untuk bekerja sebagai kuli panggul di pasar yang sama,” tutur Hafidz Alattas dalam utasnya.

Mbah Jum punya kebiasaan unik. Tidak seperti kebanyakan pedagang lainnya yang sibuk menghitung uang dan mengobrol saat menunggu pembeli. Si mbah justru menyenandungkan salawat.

Dan seperti biasa, tidak sampai dua jam, tempe milik Mbah Jum ludes terjual sebelum tengah hari.

“Si mbah selalu pulang paling awal dibanding pedagang lainnya,” kata Hafidz.

Cucunya kemudian datang kembali untuk menjemput dan mengantar Mbah Jum pulang ke rumah.

“Namun, sebelum pulang, si mbah meminta cucunya untuk menghitung uang hasil dagangannya,” ujar Hafidz.

Bila cucunya menyebut lebih dari Rp50 ribu, Mbah Jum meminta cucunya mampir ke masjid untuk memasukkan uang kelebihan ke kotak amal.

Kata si mbah,”Modalnya bikin tempe cuma Rp20 ribu. Hasil jualan dapet Rp50 ribu itu sudah banyak. Kalau lebih berarti itu punya Gusti Allah, harus dikembalikan lagi. Lha, rumahnya Gusti Allah kan masjid, makanya kalau dapat lebih dari Rp50 ribu, Mbah masukkan ke masjid.”

Lewat utasnya, Hafidz Alattas mengatakan Mbah Jum setiap hari membawa tempe dalam jumlah yang sama. Tapi kenapa hasil penjualan si mbah bisa berbeda-beda?

Kalau ada yang beli tempe, Mbah Jum selalu berkata,”Ambil sendiri kembaliannya.”

Tapi para pembeli itu selalu membalas,” Uangnya pas kok Mbah gak ada kembalian.”

Padahal banyak dari mereka yang membeli tempe Rp5 ribu, tapi kasih uang Rp20 ribu. Ada juga yang beli tempe Rp10 ribu, tapi kasih uang Rp50 ribu.

“Dan mereka semua selalu bilang uangnya pas, tidak ada kembalian,” kata Hafidz.

Pernah suatu hari Mbah Jum dapat uang penjualan Rp350 ribu dan Rp300 ribu ditaruh di kotak amal masjid.

Setelah mengantarkan ke masjid, Mbah Jum tiba pukul 10.00 Wib di rumah. Beliau langsung masak untuk makan siang dan malam.

Hafidz Alattas menuturkan selain berprofesi sebagai pedagang tempe, Mbah Jum juga memiliki keahlian sebagai seorang tukang pijat bayi.

“Jadi bila ada anak-anak yang rewel karena demam, batuk, pilek, diare, orangtua mereka langsung membawanya ke si mbah,” ujar Hafidz.

Bahkan Mbah Jum juga bisa membantu pemulihan kesehatan bagi orang dewasa yang mengalami keseleo, memar, patah tulang, dan sejenisnya.

“Si mbah tidak pernah memberikan tarif untuk jasanya itu, padahal beliau bersedia diganggu 24 jam bila ada yang butuh pertolongannya. Bahkan bila ada yang memberikan imbalan untuk jasanya itu, ia selalu masukan lagi 100 persen ke kotak amal masjid. Ya ! 100 persen!” Tutur Hafidz.

Biasanya Mbah Jum akan memberika penjelasan sambil tersenyum,“Kulo niki sakjane mboten pinter mijet. Nek wonten sing seger waras mergo dipijet kaleh kulo, niku sanes kulo seng ndamel seger waras, niku kersane gusti Allah. Lha dadose mbayare mboten kaleh kulo, tapi kaleh gusti Allah.”

Yang artinya,”Saya itu sebenarnya enggak pintar mijit. Kalau ada yang sembuh karena saya pijit, itu bukan karena saya, tapi karena Gusti Allah. Jadi bayarnya bukan sama saya, tapi sama Gusti Allah.”

Hafidz Alattas menyampaikan manusia yang datang dari peradaban kapitalis akan terkaget-kaget saat dihadapkan pada peradaban sedekah tingkat tinggi model Mbah Jum ini.

Mbah Jum tinggal bersama 5 cucunya, empat laki-laki dan satu perempuan.

“Sebenarnya cucu kandung Mbah Jum hanya satu, laki-laki paling besar usia 20 tahun, yang selalu mengantar dan menemani Mbah Jum berjualan tempe di pasar itu,” ujar Hafidz.

Empat cucunya yang lain adalah anak-anak yatim piatu dari tetangganya yang dulu rumahnya kebakaran.

Masing-masing mereka berumur 12 tahun (laki-laki), 10 tahun (laki-laki), 8 tahun (laki-laki) dan 7 tahun (perempuan).

“Dikarenakan kondisinya yang tunanetra sejak lahir, membuat Mbah Jum tidak bisa membaca dan menulis, tapi Subhanallah Mbah Jum mampu menghafal 30 Juz Alquran,” kata Hafidz Alattas.

Pun cucu-cucunya demikian juga. Cucunya yang paling besar, yang selalu menemani si mbah ke pasar, ternyata guru mengaji untuk anak-anak di kampung mereka.

Keempat cucu-cucu angkatnya juga ternyata semuanya sudah khatam Alquran, bahkan 2 di antaranya sudah ada yang hafal 6 juz dan 2 juz.

“Kulo niki tiang deso. Mboten saget ningali nopo-nopo ket bayi. Alhamdulillah kersane Gusti Allah kulo diparingi berkah, saget apal Quran. Gusti Allah niku bener-bener adil kaleh kulo.”

Artinya,”Saya ini orang desa. Enggak bisa melihat apapun dari bayi. Alhamdulillah kehendak Gusti Allah, saya diberi keberkahan, bisa hafal Alquran. Gusti Allah itu benar-benar adil sama saya.”

Baca Juga : Menu Andalan Buka Puasa Taufiq Ibnugroho

Mengakhiri utasnya, Hafidz Alattas menjelaskan bahwa Mbah Jum bukan merupakan seorang Ulama ataupun Waliyullah

“Kisah Si Mbah Jum penduduk bumi yang bikin iri bidadari, hanyalah kisah seorang perempuan desa yang buta, dan mampu membuat iri hati seluruh penghuni alam,” tutup Hafidz Alattas.