WANI – Filosofi Rendang untuk masyarakat Minangkabau. Mungkin kamu bertanya tanya, mengapa makanan satu ini begitu populer?
Mengapa juga hingga kini makanan yang dibuat dari bahan daging ini juga tetap bertahan? Padahal sudah ada banyak makanan baru yang bisa mengikuti zaman.
Ternyata makanan satu ini sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Dan memang di zaman dahulu, makanan ini hanya disajikan untuk para bangsawan yang akan melakukan perjalanan yang jauh.
Rendang atau randang sendiri merupakan makanan yang berasal dari Minangkabau.
Selain untuk para bangsawan, rendang daging juga menjadi makanan yang akan disajikan dalam acara adat juga dalam pesta.
Sebagai makanan yang penuh tradisi, makanan satu ini juga mulai berkembang di beberapa daerah di Sumatera. Tidak hanya di Minangkabau saja, bahkan hingga Negeri Sembilan yang memang banyak ditinggali oleh perantau dari Minangkabau.
Jika melansir dari Michelin Guide Singapore, rendang daging diprediksi sudah ada sejak tahun 1500an. Yang membuat makanan satu ini begitu istimewa adalah proses memasaknya yang tahan lama. Daya tahan inilah yang membuat rendang daging sapi kerap kali dijadikan bekal untuk bangsawan zaman dahulu. Kualitasnya bahkan tidak akan berubah sekalipun sudah beberapa waktu dibawa dalam perjalanan.
Hal ini dikarenakan dalam memasaknya, membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Satu kuali rendah butuh dimasak hingga 4 hingga 8 jam untuk mendapatkan kualitas yang jempolan.
Daging sapi nantinya akan dimasak dengan santan kental serta berbagai rempah andalan masyarakat Minangkabau. Tak heran jika rendang memang memiliki rasa yang nikmat dan tidak bisa ditolak oleh siapapun. Mengingat cara memasak rendang yang begitu lama sehingga bumbunya meresap.
Tidak hanya itu, kamu juga harus tahu jika dibalik kelezatannya, rendang ternyata memiliki filosofi tersendiri untuk masyarakat Minangkabau. Di mana hal ini bisa terlihat dari bahan yang digunakan untuk membuat rendang.