WartaNiaga – Penggiat seni dan budaya Ari Pahala Hutabarat gugah kesadaran sosial pemuda Lampung di tengah buruknya kondisi kebudayaan saat ini.
Dalam diskusi “Satu Malam 27-an: Seni, Pemoeda, dan Pergerakan” Ari Pahala Hutabarat mengatakan idealnya seni dan pemuda harus mengambil peran dalam situasi tersebut.
“Kenyataan tidak pernah netral, tak pernah objektif, realitas ekonomi dan politik telah mengonstruksi semuanya, selera kita, persepsi kita,” ujar Ari di Graha Kemahasiswaan Universitas Lampung (Unila) pada Selasa (27/6/2023) malam.
Menurut dia, kapitalisme telah menjadikan nilai ekonomi sebagai tolok ukur dari semua realitas kehidupan.
”Jadi jangan heran kalau sekarang ini otak para politisi, pejabat pemerintah, bahkan intelektual isinya cuma ‘daw’ (duit), karena itulah buah konstruksi dari kapitalisme,” kata Ari.
Baca Juga: Arinal Djunaidi Mengajak Remaja Lampung untuk Membangun Sektor Wisata dan Budaya
Ari Pahala Hutabarat gugah kesadaran sosial pemuda Lampung.
“Mestinya sudah menjadi tugas mereka (seni dan pemuda) untuk menolak sesuatu yang dianggap stabil dan menempati posisi sebagai oposan,” ujar Ari.
Direktur Artistik Komunitas Berkat Yakin (KoBER) ini menjelaskan seni dan pemuda memiliki watak yang sama sebagai pemberontak.
Selain Ari Pahala Hutabarat, aktivis muda dan pemerhati budaya yang hadir dalam diskusi itu juga turut menggugah kesadaran sosial pemuda di Provinsi Lampung.
Diskusi Satu Malam 27-an dihadiri pemerhati budaya dan aktivis kawula, Neri Juliawa dan Chepry Chairuman Hutabarat.
Neri Juliawan menggarisbawahi permasalahan seni dan pemuda yang disampaikan Ari Pahala Hutabarat.
Baca Juga: KKN Siger Berjaya Diikuti 447 Mahasiswa
Menurut Neri, sejarah membuktikan tidak ada revolusi yang tidak dimotori oleh pemuda. Semestinya hal itu bisa dijadikan semangat pemuda saat ini untuk memiliki kesadaran dalam menciptakan perubahan.
“Kesadaran ini bisa muncul jika para pemuda terus menciptakan dialog untuk membagi keresahan, ide-ide, menciptakan imajinasi bersama,” kata Neri.
Sementara Chepry Hutabarat menyoroti peran pemuda yang cenderung pasif dan egois sebagai buah dari kapitalisme.
“Pemuda kita sulit sekali untuk kritis. Kita tidak tahu kekuatan besar apa yang mengkondisikan kita, dan kita tidak tahu musuh kita siapa saat ini,” ujar dia.
Founder Kelompok Studi Kader (Klasika) Lampung ini memandang hal itu dikonstruksi secara terselubung dalam derasnya arus informasi di dunia maya.
Kita bertindak seakan sudah berumur tua, mindset kita hanya melulu ekonomi. Oleh karena itu, diskusi apapun yang kita ikuti, gerakan apapun yang kita lakukan, jika mindset kita tak diubah, maka semua akan sia-sia,” tegas Chepry Hutabarat.
Baca Juga: Kuala Lumpur International Book Fair Undang Klasika Lampung
Dia menilai peran guru sangat penting dalam situasi dan kondisi yang demikian.
“Kita harus menemukan guru di diri kita masing-masing, yakni nurani. Guru itulah yang akan menuntun kita menumbuhkan kepedulian terhadap kondisi realitas saat ini,” kata Chepry.
Ketua Pelaksana kegiatan diskusi “Satu Malam 27-an” Fauzi menyampaikan bahwa dialog pemuda serupa rutin digelar setiap bulannya dan diikuti UKMBS Universitas Lampung serta Keluarga Alumni UKMBS.
“Enggak terasa acara ini sudah berjalan kurang lebih dua tahun, rutin setiap bulan kita kumpul di sini. Harus kita akui di Lampung sangat kurang ruang-ruang dialog semacam ini,” ujar dia.
Fauzi berharap diskusi yang dimeriahkan Orkes Bada Isya ini bisa terus berlanjut untuk Lampung yang lebih waras.
Baca Juga: Kelompok Muda Sorot Ruang Terbuka Hijau di Bandar Lampung