WartaNiaga – Pemprov diminta tegas larang gabah keluar dari Lampung sesuai Perda Provinsi Lampung Nomor 7 Tahun 2017.
Hal itu ditegaskan Ketua DPD Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Provinsi Lampung, Midi Iswanto.
“Perda Lampung Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Distribusi Gabah harus ditegakkan,” kata Midi di Bandar Lampung, Rabu (31/5/2023).
Baca Juga: Lampung Craft 2023 Dibuka 6-10 Juni di Graha Wangsa
Pasal 5 ayat (2) peraturan daerah tersebut menyatakan bahwa hasil pertanian berupa gabah dilarang untuk didistribusikan ke luar daerah.
Kemudian, pada Pasal 7 ayat (1) mengatur tentang sanksi administratif kepada pelaku distribusi gabah yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
Perda Pengelolaan Distribusi Gabah dimaksudkan untuk memberi dorongan, dan memperkokoh ketahanan pangan masyarakat.
Namun, menurut Midi, perda tersebut belum mampu menyejahterakan petani Lampung.
“Laporan dari Dinas Pertanian, katanya Lampung ini surplus beras, gabah melimpah. Alasannya karena ada perluasan lahan, ada yang panen tiga kali setahun. Sehingga, dari alasan-alasan itu masuk akal,” kata dia.
“Tapi kenapa begitu produksi melimpah, swasembada pangan, tapi beras tetap mahal?” Lanjut Midi.
Baca Juga: Krui Pro Liga Selancar Dunia 2023 di Lampung
Dia menilai kenaikan harga beras di tengah masyarakat karena kelangkaan barang di pasar.
“Tapi kalau barang melimpah sudah pasti harga murah,” ujar Midi.
Oleh karena itu, pemprov diminta tegas larang gabah keluar dari Lampung.
Pemprov Lampung diminta bertindak tegas untuk melarang distribusi gabah ke luar Lampung karena akan memicu inflasi dan merosotnya Nilai Tukar Petani.
Anggota DPRD Provinsi Lampung ini melihat kesejahteraan petani Lampung tidak akan berbanding lurus dengan naiknya harga beras.
“Percuma petani jual beras dan gabah dengan harga mahal, tapi harga minyak (BBM) dan pupuk juga mahal,” kata dia.
Apalagi, lanjut Midi, beras sebagai salah satu bahan pokok strategis dikhawatirkan menjadi penyumbang inflasi di Provinsi Lampung.
“Naiknya harga beras ini akan berdampak pada bahan pokok yang lain, dan memicu kenaikan harga-harga lainnya seperti minyak (BBM) dan pupuk,” ujar dia.
Kondisi itu akan mengakibatkan NTP (Nilai Tukar Petani) Lampung menurun.
Baca Juga: Tubaba Mendunia Lewat Sepatu dari Italia Superga
NTP salah satu indikator dalam menentukan tingkat kesejahteraan petani berdasarkan rasio antara indeks harga yang diterima petani, dengan indeks harga yang dibayar petani, yang dinyatakan dalam persentase.
“Nilai Tukar Petani bukan hanya berapa banyak yang didapatkan petani, tapi juga berapa banyak yang dikeluarkan petani untuk memproduksi beras,” jelas Midi.
Sehingga, lanjut dia, walaupun petani menikmati kenaikan harga gabah yang cukup tinggi, tetapi petani juga akan membayar dengan harga mahal.
“Maka ini tidak akan balance. Itu yang mengakibatkan Nilai Tukar Petani rendah,” kata dia.
Baca Juga: Daftar Nama Tim Sepak Bola Pra PON Lampung yang Lolos Seleksi
Midi Iswanto mengingatkan pemerintah untuk tidak memberikan angin surga kepada petani dengan naiknya harga beras.
“Kita sekarang sedang dijajah secara ekonomi. Kalau harga gabah tidak turun, harganya naik terus, maka dipastikan akan terjadi inflasi. Lama-lama miskin semua orang dan lemah kondisi ekonominya,” ujar Midi.