“Malaman buka dibi, gughah nyak mengan pagi, malaman pitu likogh gughah nyak mengan sawogh” -Malaman buka dibi bangunin aku makan pagi, malaman tujuh likur bangunin aku makan sahur-
WANI – Lantunan pantun diatas kerap kali terdengar saat malam ke-27 dan malam takbir dibulan Ramadhan, dikedua malam tersebut anak-anak bermain hingga malam, mengelilingi pekon[1] dengan membawa obor.
Tak hanya itu, orang tua juga sibuk menyiapkan tempurung kelapa untuk dibakar, tempurung kelapa ini disusun sedemikian rupa dengan ditancapkan pada kayu berbentuk panjang dan ditanam ditanah.
Tradisi ini merupakan perwujudan suka cita anak-anak yang telah menjalankan ibadah puasa dan wujud keceriaan menjelang Hari Raya.
Acapkali anak-anak akan merengek untuk dibuatkan obor disaat Malaman akan dilaksanakan. Ada juga anak-anak yang secra mandiri mencari bambu sendiri demi ikut serta bermain obor dimalam Malaman.
Bahan dasar pembutan obor malaman yaitu, bambu muda dengan diameter kurang lebih3-5mm, minyak tanah/solar sebagai bahan bakar, serabut kelapa sebagai sumbu api.
Pertama yang harus dilakukan untuk membuat obor Malaman yaitu, membersihkan bambu dari bulu-bulu halus pada permukaan bambu yang dapat menyebabkan gatal, kemudian bambu dipotong dengan mengikuti ruas bamboo dengan panjang kurang lebih 1/2 meter.
Kemudian siapkan serabut kelapa kering yang akan digunakan sebagai sumbu untuk meyalakan api, ukuran serabut kelapa harus disesuaikan dengan ukuran diameter lobang pada bambu. Terakhir yaitu menyiapkan bahan bakar berupa minyak tanah atau solar.
Bambu yang sudah dipotong kemudian diisi dengan bahan bakar, ujung bamboo ditutup dengan serabut kelapa, kemudian dibakar hingga api menyala.
Baca Juga : Sepotong Surga di Kaki Pesagi
Pada malam Malaman, kondisi pekon akan dihiasi oleh nyala api yang berbinar kuning hampir disetiap rumah warga, nyala api tersebut berasal dari hasil bakaran tempurung kelapa disudut-sudut jalan pekon akan ditemukan banyak anak-anak bermain sembari meyalakan obor.
Aroma tempurung kelapa yang terbakar, serta lantuntan ayat suci yang terdengar dari Masjid menambah kental suasana Ramadhan. Riuh dan ramainya suara anak-anak melambangkan suka cita melaksanakan ibadah puasa serta pertanda bahwa sebentar lagi perayaan Hari Raya akan dilaksanakan.
Malaman ini akan dimulai setelah melaksanakan buka puasa, satu persatu anak-anak akan mulai keluar rumah dengan membawa dan menyalakan obornya masing-masing, dimalam ini mereka bersuka cita dan bermain bersama dengan berkeliling pekon hingga menikmati kuliner khas ramadhan.
Tak jarang juga, banyak ibu-ibu yang membuka warung makanan untuk memeriahkan penyelengaaan tradisi Malaman. Malaman terlaksana tanpa adanya komando dari pemerintah desa ataupun penggiat budaya, tradisi ini masih bersifat murni dan terlaksana karena kesadaran dari masyarakat pekon.
Malaman ini banyak ditemukan di didaerah Kecamatan Batu Brak dan Balik Bukit, salah satu pekon yang masih melestarikan malaman yaitu Pekon Kembahang. Penyelenggaraan tradisi ini yaitu pada malam ke-27 Ramadhan dan Malam Takbir.
Jika anak-anak berkeliling dengan obor, lain halnya dengan orang tua yang biasanya akan berkumpul sambil mengobrol didepan rumah, melihat hal ini ternyata malaman juga dapat mempererat tali silaturahmi antar tetangga.
Penyelenggaraan Malaman pada malam ke-27Ramadhan disebut sebagai Malaman Pitu Likogh sedangkan Malaman Buka Dibi dilaksanakan pada saat malam takbir.
Pada pelaksanaan Malaman anak-anak dibebaskan untuk bermain diluar rumah tentunya dengan pengawasan orang tua. Alunan pantun “Malaman buka dibi, gughah nyak mengan pagi, malaman pitu likogh gughah nyak mengan sawogh” biasanya akan dilantunkan sembari berkeliling pekon dan dinyanyikan secara bersama-sama.
Dinginnya malam di Lampung Barat tidak menyulutkan semangat anak-anak untuk bermain obor. Kegiatan memiliki makna yang sangat baik jika dilihat dari kondisi anak-anak jaman sekarang.
Jika biasanya anak-anak akan memilih berdiam diri dirumah dengan menonton TV atau bermain Gadget maka dimalam Malaman mereka akan berinteraksi dengan sesama temannya.
Selain bermain obor ada beberapa permainan juga yang sering dimainkan saat bulan Ramadhan, salah satunya yaitu Bedil.
Bedil yaitu, meriam mambu yang dibunyikan dengan cara ditiup dan dibakar, namun kini keberadaan Bedil sudah jarang ditemukan, anak-anak lebih tertarik untuk menggunak petasan yang lebih simple.
Baca Juga : Rumah Panggung Saksi Sejarah Asal Usul Ulun Lappung
Selain dapat menggeser kebudayaan tradisonal petasan juga sangat membahayakan bagi anak-anak jika digunakan tanpa pengawasan orang tua. Banyak sekali manfaat yang dapat diambil dari tradisi Malaman, beberapa diantaranya yaitu:
1. Melestarikan Kebudayaan dan Kesenian Lokal, dengan hal ini anak-anak akan mengenal kebudayan asli mereka sehingga akan lebih tertanam cinta terhadap kesenian lokal. Zaman ini dapat kita lihat kondisi pada masyarakat, anak-anak lebih condong ke kebudayaan barat dan mengganggap bahwa seni tradisonal itu kuno dan ketinggalan zaman.
2. Memberikan Ruang Interaksi Sosial antar Anak-anak, pada malam Malaman anak-anak akan bermain bersama sehingga interaksi antar teman akan lebih dekat.
Mirisnya dengan kehadiran Gadget tanpa adanya pembatasan dan control dari orang tua, menjadikan anak-anak lebih individualis.
Jika biasanya anak-anak lebih memilih berdiam diri dirumah, maka pada malam Malaman mereka akan keluar untuk bermain bersama dengan teman-temannya.
3. Mencintai Permainan Tradisonal, sekarang kita hidup diera globalisasi, mau tak mau, suka tidak suka, segala sesuatu baik itu kebudayaan, fasilitas dan informasi akan masuk dengan cepat.
Beberapa contoh kecilnya yaitu dengan adanya Petasan Kembang Api, banyak sekali akibat negative yang dapat ditimbulkan dari petasan. Di Indonesia kasus kecelakaan dan kebakaran yang diakibatkan oleh petasan sering kali terjadi saat Bulan Ramadhan.
4. Menarik Wisatawan Lokal
Tak dipungkiri, zaman sekarang promosi pariwisata dilakukan secara gencar melalui akun-akun media sosial, banyak juga diantara penikmat wisata yang menyukai wisata lokal dan tradisional.
Dalam hal ini bukan bermaksud untuk menjual kebudayaan, namun lenih memperkenalkan kebudayaan dan tradisi Lampung Barat kepada seluruh dunia.
Mari kita contoh dari Tradisi Sedekah Bumi di Jawa Tengah atau Tradisi Sarang Taun di Jawa Barat. Mereke melakukan komudikasi Budaya sehingga budaya mereka lebih dikenal tanpa merubah makna pelaksanaannya.
Manfaat diatas tidak hanya berlaku untuk tradisi Malaman, namun juga untuk tradisi dan kebudayaan lainnya.
Tidak ada salahnya kita ikut serta dalam melestraikan kesenian dan tradisi selama hal tersebut memiliki dampak yang positif.
Terlebih lagi Malaman adalah tradisi yang sudah lama dilakukan dibeberapa daerah di Lampung Barat. Kelestraian tradisi Malaman kedepannya adalah tanggung jawab kita bersama, bagaimana kita dapat tetap mempertahankan kebudayaan dan tradisi yang sudah sejak lama diciptakan oleh nenek moyang.
Memberikan pengetahuan akan pentingnya menjaga tradisi tidak harus dilakukan oleh guru disekolah, siapapun memiliki tanggung jawab untuk menyampaikannya.
Ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kebudayaan adalah salah satu wujud dalam melestarikan kebudayaan. Jangan sampai dimasa depan Malaman hanya akan menjadi sebuah cerita betapa indahnya malam Ramdhan dipekon-pekon Kabupaten Lampung Barat dimasa lalu.
Riwayat Penulis
Nama : Agung Kurnia
Alamat : Kembahang, Batu Brak, Lampung Barat
Blog : adpstory.blogspot.co.id
FB/IG : Agung Kurnia Adiputra/ Adiputraagung
Pekerjaan : Mahasiswa (Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor)
[1] Desa/Kampung dalam Bahasa Lampung Dialek A