WartaNiaga – Harga CPO Indonesia tak lagi diatur Malaysia dan Belanda.
Pemerintah berencana menerapkan harga acuan minyak sawit mentah atau CPO (Crude Palm Oil) dalam negeri mulai Juni 2023.
Saat ini, Indonesia masih menggunakan rujukan harga CPO dari Bursa Malaysia (MDEX) dan Bursa Rotterdam di Belanda.
“Di Indonesia belum ada bursa komoditas yang mampu menggerakkan tiga fungsi yaitu price discovery (pembentukan harga), price reference (acuan harga) dan hedging (lindung nilai),” kata Dwi Sutoro selaku Direktur Pemasaran Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), di Jakarta, baru-baru ini.
Pengembangan bursa CPO Indonesia menjadi sangat penting untuk mengukuhkan posisi Indonesia sebagai produsen terbesar minyak sawit mentah dan barometer sawit dunia.
Baca Juga: Laba BUMN Terus Meningkat
Menggunakan bursa CPO di luar negeri memberikan dampak bagi keseimbangan penawaran dan permintaan di dalam negeri.
“Pembentukan tata niaga sawit setidaknya harus mencakup empat aspek, antara lain aspek keadilan, efisiensi, nilai tambah, dan keberlanjutan,” ujar Dwi Sutoro.
Holding PTPN mengusulkan kepada pemerintah untuk memanfaatkan sistem perdagangan CPO yang sudah ada, PT KPBN (Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara), apabila ingin mengejar target pembentukan harga acuan CPO pada Juni mendatang.
KPBN dinilai layak untuk menetapkan harga CPO Indonesia agar tak lagi mengacu pada bursa MDEX Malaysia dan Bursa Rotterdam Belanda.
Harga CPO Indonesia tak lagi diatur Malaysia dan Belanda.
Direktur PT KPBN, Rahmanto Amin Jatmiko, mengatakan KPBN memenuhi persyaratan untuk menjadi bursa CPO Indonesia dalam waktu singkat dibandingkan dengan bursa lain atau membentuk bursa baru.
“KPBN layak dijadikan acuan harga CPO sesuai keinginan pemerintah karena mampu mempertemukan penjual dan pembeli dalam sebuah platform marketplace yang fair dan efisien, mampu membentuk harga harian yang disepakati dan kontinyu,” ujar Jatmiko.
Harga CPO KPBN telah menjadi acuan harga patokan TBS (Tandan Buah Segar) provinsi dan besaran insentif biodiesel.