Tiga Pilar Pangan dan Ekonomi Lampung Selatan

Tiga Pilar Pangan Lampung Selatan
Mahendra Utama bersama Ketua BPD HIPMI Lampung, Gilang Ramadhan. (Sumber Foto: Dok. Pribadi).

WartaNiaga.ID – Tiga Pilar Pangan dan Ekonomi Lampung Selatan, merupakan judul artikel opini yang ditulis oleh Mahendra Utama.

Tiga Pilar Pangan dan Ekonomi Lampung Selatan
Oleh: Mahendra Utama*

Adalah jagung, kopi juga kelapa yang menjadi tiga pilar pangan Kabupaten Lampung Selatan saat ini.

Lampung Selatan kerap disebut sebagai “lumbung pangan” di ujung selatan Sumatera. Sebutan ini bukan sekadar retorika. Tiga komoditas utama—jagung, kopi, dan kelapa dalam—telah menjadi pilar penggerak ekonomi sekaligus penopang ketahanan pangan nasional.

Jagung: Energi Pangan dan Pakan

Produksi jagung Lampung Selatan mencapai 783.027 ton pada tahun 2025, menjadikannya produsen terbesar kedua di Provinsi Lampung.

Dengan luas tanam 127.718 hektare dan produktivitas 6,13 ton per hektare, daerah ini mampu menjadi motor swasembada jagung. Kecamatan Penengahan tercatat sebagai penyumbang terbesar dengan produksi 89.797 ton.

Baca juga: NTP Lampung Anjlok: Darurat Kebijakan di Tengah Pesta Seremonial, Oleh Mahendra Utama

Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Rp5.500/kg oleh Bulog, program penanaman serentak, serta bantuan benih merupakan langkah nyata Pemkab bersama pemerintah pusat.

Namun, tantangan berupa fluktuasi harga dan keterbatasan infrastruktur penyimpanan masih harus segera dijawab agar petani tidak terus-menerus menjadi pihak yang dirugikan.

Kopi: Aroma Ekspor dari Lereng Sumatera

Kopi robusta Lampung Selatan bukan sekadar minuman, tetapi identitas daerah yang mewakili cita rasa Nusantara di pasar internasional.

Sebagai bagian dari wilayah pengembangan kopi prioritas nasional, Lampung Selatan terus meningkatkan kualitas melalui uji coba bibit unggul bersama Universitas Lampung, dan sistem tumpang sari—misalnya kopi dipadukan dengan lada—yang mampu menambah produktivitas lahan.

Kopi juga menjadi sumber penguatan ekonomi kerakyatan, terutama lewat koperasi petani yang mengorganisir pengolahan pascapanen hingga pemasaran.

Namun, ketergantungan pada harga pasar global menuntut strategi hilirisasi lebih agresif, agar nilai tambah tidak hanya dinikmati eksportir besar, melainkan juga petani kecil.

Kelapa Dalam: Penyangga Ekonomi Perkebunan

Dengan produksi 20.340 ton, Lampung Selatan menjadi produsen kelapa dalam terbesar di Provinsi Lampung.

Komoditas ini menopang sektor perkebunan selain sawit dan karet. Melalui Sistem Resi Gudang (SRG), petani didorong untuk menyimpan hasil panen agar tidak terjebak permainan tengkulak.

Pemerintah juga memberi akses pembiayaan berbasis komoditas, sehingga stabilisasi harga dapat lebih terjaga.

Meski demikian, pengolahan hasil kelapa dalam masih menjadi pekerjaan rumah. Selama ini, sebagian besar hanya dijual dalam bentuk bahan mentah.

Padahal, hilirisasi produk turunan—seperti minyak kelapa murni, sabun herbal, hingga briket tempurung—dapat menjadi sumber devisa baru sekaligus menyerap tenaga kerja desa.

Peran Pemkab Lampung Selatan

Kepemimpinan Bupati Lampung Selatan, Radityo Egi Pratama, patut diapresiasi. Program penanaman jagung serentak, penguatan koperasi tani, pembangunan gudang penyimpanan hasil panen, serta dorongan hilirisasi kopi dan kelapa adalah bukti bahwa pemerintah daerah hadir mendukung petani.

Baca juga: Sejarah dan Perkembangan Budidaya Tembakau di Indonesia: Dari Masa Kolonial Hingga Era Modern

Selain itu, pembangunan infrastruktur desa—mulai dari jalan usaha tani, irigasi pertanian, hingga revitalisasi pasar rakyat—telah memberi nilai tambah signifikan bagi distribusi komoditas.

Dukungan Pemkab terhadap koperasi seperti Koperasi Merah Putih juga memperlihatkan arah pembangunan ekonomi yang berbasis kerakyatan.

Model ini bukan hanya soal menggerakkan ekonomi desa, melainkan juga menjadi benteng penting dalam menjaga stabilitas harga di tengah gejolak inflasi pangan.

Menatap Ke Depan

Jagung, kopi, dan kelapa dalam bukan sekadar komoditas, melainkan bagian dari identitas Lampung Selatan. Ketiganya mampu menyatukan kepentingan nasional: menjaga ketahanan pangan, memperkuat ekspor, dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Dengan penguatan kebijakan harga, pembangunan infrastruktur penyimpanan, serta hilirisasi berbasis koperasi, Lampung Selatan dapat menjadi contoh daerah lain dalam mengelola potensi pangan dan perkebunan.

Di tengah krisis pangan global, Lampung Selatan membuktikan bahwa desa-desa di Nusantara mampu menjadi penopang ekonomi nasional. Tinggal bagaimana pemerintah pusat, provinsi, dan daerah terus bergandengan tangan memastikan keberlanjutan. (*)
———————————————————————–
*Mahendra Utama, Pemerhati Pembangunan

Sumber Data:
– BPS Provinsi Lampung (2025)
– Dinas Pertanian Lampung Selatan
– Bulog
– Kementerian Pertanian RI