Inisiatif Kolektif Menjaga Ketahanan Industri Tembakau dan Kesejahteraan Pekerja

Menjaga Ketahanan Industri Tembakau
Kolase Logo PT Gudang Garam Tbk dan Pemerhati Pembangunan, Mahendra Utama. (Sumber Foto: Net).

WartaNiaga.ID – Inisiatif Kolektif Menjaga Ketahanan Industri Tembakau dan Kesejahteraan Pekerja, merupakan judul artikel yang ditulis oleh Mahendra Utama.

Inisiatif Kolektif Menjaga Ketahanan Industri Tembakau dan Kesejahteraan Pekerja
Oleh: Mahendra Utama*

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang terjadi di PT Gudang Garam, seperti yang ramai dikabarkan baru-baru ini, bukan hanya menjadi pukulan bagi ribuan pekerja secara langsung–yang menyimpan harapan dan pengabdian lebih dari satu dekade–tetapi juga merupakan sinyal serius bahwa industri tembakau nasional tengah menghadapi tekanan struktural yang berat.

Pada semester I 2025, laba bersih Gudang Garam tersisa hanya Rp 117,16 miliar, terjun 87,3% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Ditambah, volume produksi terganggu oleh kombinasi faktor mulai dari anjloknya daya beli masyarakat, tingginya tarif cukai, hingga perilaku pasar yang semakin terdorong ke rokok ilegal.

Benarkah Momentum Ini Disebabkan Daya Beli Rendah dan Rokok Ilegal?

Setali tiga uang, Presiden KSPI, Said Iqbal, menyentil: “Ini membuktikan daya beli masyarakat masih rendah sehingga produksi menurun,” dan menyoroti cukai yang membebani harga rokok legal sehingga kalah bersaing dengan rokok ilegal yang jauh lebih murah.

Pada tingkat kebijakan publik, data menunjukkan bahwa penurunan daya beli dan peningkatan peredaran rokok ilegal memang menjadi penyebab penurunan pesanan pita cukai.

Riset juga memperkirakan hampir 28% konsumen mengonsumsi rokok ilegal, yang menyusutkan produksi legal, diiringi penurunan utilisasi industri hasil tembakau hingga 16%.

Peran Pemerintah: Pemerintah Pusat dan Pemprov Jatim

Pemerintah pusat perlu mengambil langkah proaktif, seperti:

1. Moratorium Kenaikan Cukai. Menangguhkan hingga situasi industri mereda, sebagaimana telah disuarakan oleh GAPPRI dan sejumlah ekonom.
2. Pemberantasan Rokok Ilegal.
Secara tegas dengan operasi gabungan Bea Cukai, Polri, dan Pemda, demi menyelamatkan pasar rokok legal yang selama ini menyumbang besar bagi penerimaan negara dan lapangan kerja.
3. Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai. Pengaturan harga eceran minimum untuk mengurangi downtrading (alih ke rokok murah) dan memperkuat daya saing produk legal.

Sedangkan Pemprov Jawa Timur, sebagai basis industri, dapat:

1. Membuka pintu dialog antara perusahaan, serikat, dan pemerintah daerah untuk merancang program kompensasi, pelatihan, hingga relokasi kerja.
2. Menyalurkan alih peran sosial dari cukai lokal (10 % dari tarif cukai) untuk program ketenagakerjaan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat terdampak.

Dampak Sosial‐Ekonomi yang Tak Bisa Diabaikan

PHK massal bukan hanya kesedihan individu, tetapi menciptakan efek domino sosial ekonomi: berkurangnya daya beli rumah tangga, kontraksi di sektor informal (pelapak, logistik, petani tembakau), hingga melambatnya ekonomi lokal seperti kediri dan sekitarnya.

Pakar Indef M. Rizal Taufikurahman memperingatkan bahwa fenomena ini merupakan “warning sign” bagi ketahanan ekonomi nasional, karena sektor padat karya seperti tembakau sejatinya tahan banting—namun kini tertekan .

Harapan Pemulihan: Mungkinkah Gudang Garam Bangkit?

Tentu. Industri tembakau belum usai. Gudang Garam masih memiliki modal besar: brand heritage, jaringan distribusi kuat, dan basis pekerja terampil. Dengan langkah-langkah kebijakan yang lebih bijak—cukup moderat, dikombinasikan intensifikasi penegakan hukum terhadap rokok ilegal, serta dukungan langsung kepada pekerja—pulih bukan sekadar angan.

Pujian terhadap Upaya Kolektif

Langkah pemerintah pusat yang menimbang moratorium cukai, dipadu upaya keras Bea Cukai memberantas rokok ilegal, serta gerak cepat Pemprov Jatim menggagas program mitigasi sosial-ketenagakerjaan—semuanya pantas diapresiasi. Ini adalah contoh kolaborasi antar kebijakan yang perlu didukung dan dipermudah agar pekerja tak jadi korban struktural.

Semoga inisiatif kolektif ini, baik dari pemerintah maupun pelaku industri, menjadi momentum untuk menjaga industri tembakau nasional, melindungi rakyat pekerja, dan memperkuat pilar sosial-ekonomi bangsa.

“Ekosistem tembakau Indonesia, yang menopang jutaan pekerja dan petani, berada di persimpangan jalan. Krisis ini adalah panggilan untuk bersama-sama mencari solusi yang berkelanjutan, demi menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” demikian menurut pengamat industri. (*)
———————————————————————
*Mahendra Utama, Pemerhati Pembangunan